Teori Sosiologi Modern : Interaksionisme Simbolik Herbert Blumer



 Biografi Herbert Blumer


Herbert George Blumer merupakan salah satu sosiolog amerika serikat yang lahir pada 7 maret 1900 di st. Louis. Blumer termasuk sosiolog madzhab Chicago yang cukup tereknal. Ia merupakan sosok bersahaja yang memiliki ketertarikan utam pada isu interaksionisme simbolik dan metode penelitian sosial. Ia menerima gelar doktor sosiologi di universitas Chicago pada tahun 1928. Selanjutnya ia mengajar di pergururna tinggi tersebut hingga memperoleh gelar profesor pada tahun 1952. Kemudian sejak tahun 1952 hingga 1972, blumer dipercaya menduduki posisi sebagai ketua program studi sosiologi di universitas California di Berkeley.

Semasa muda, blumer tidak hanya menekuni dunia akademik. Dalam hal ini, ia tercatat pernah aktif sebagai pemain American football professional beberapa tahun di Chicago. Namun demikian, hal itu tidak menghalangi Blumer memegang banyak posisi penting dibidang akademik. Di awal kariernya, Blumer pernah menjadi editor prentice hall sociologi series pada tahun 1934. Tidak hanya itu, pada kurun waktu tahun 1940 hingga 1952 ia juga menjadi editor jurnal sosiologi terkemuka di amerika, yakni American journal of sociology. Ia juga sempat bergabung dengan American sociology association pada tahun 1956.

Selama di Chicago pengaruh Herbert Mead, Cooley, Thomas, dan park begitu kuat mewarnai dan mempengaruhi proses akademik. Sebagaimana Herbert Mead dan Horton. H cooley, blumer juga mengembangkan dan memiliki ketertarikan dalam meneliti interaksionisme simbolik. Dari pengaruh pemikiran tersebut lahirlah pemikiran-pemikiran kritis terhadap pemikiran pemikiran interaksionisme pada seniornya. Blummer pertama kali mengemukakan istilah interaksionisme simbolik pada tahun 1937 dan menulis essai penting dalam perkembangannya. Interaksionisme Simbolik. Perspektif dan Metode, yang paling berpengaruh dalam tulisan Blumer, diterbitkan pada tahun 1969 dan dijelaskan prinsip-prinsip utama dari teori sosiologis dan metodologi. Karya sebelumnya termasuk Film dan Perilaku (1933) dan Film, Kenakalan, dan Kejahatan (1933). Sebuah kumpulan esai tentang organisasi sosial dan industrialisasi terbentuk dari perspektif interaksionisme sosial yang diterbitkan secara anumerta pada tahun 1990. Dan kemudian Blumer meninggal pada 13 April 1987 di California.

Sejarah Awal Teori Interaksionis-Simbolik

            Interaksi simbolik merupakan salah satu prespektif teori yang baru muncul, merupakan aliran sosiologi Amerika yang lahir dari tradisi psikologi. Teori interaksi simbolik berkembang pertama kali di Universitas Chicago, tokoh utama dari teori ini berasal dari berbagai Universitas di luar Chicago. Diantaranya John Dewey dan C. H Cooley, filsuf yang semula mengembangkan teori interaksi simbolik di universitas Michigan kemudian pindah ke Chicago dan banyak memberi pengaruh kepada W. I Thomas dan George Herbert Mead, juga Herbert Blummer yang merupakan salah satu mahasiswa Mead. Pada dasarnya teori interaksi simbolik berfokus pada hakekat manusia sebagai makhluk sosial, dimana setiap makhluk yang hidup dilingkungan sosial pasti melakukan interaksi dengan tujuan untuk saling mempengaruhi melalui hubungan timbal balik dari pesan yang disampaikan.

            Pada saat itu sedang terjadi perang besar antara Jerman bersama Austria melawan Perancis, Inggris dan negara-negara sekutu, termasuk Amerika Serikat.  Setelah selesai Perang Dunia Pertama,  Amerika Serikat mengalami depresi ekonomi yang sangat berat. Pada saat itu di Amerika Serikat banyak terjadi persoalan sosial antara lain: pengangguran, tingginya kriminalitas, prostitusi,  munculnya kasus-kasus perceraian di masyarakat, hingga banyaknya orang yang mengidap depresi dan persoalan sosial lain. Itulah problema masyarakat modern yang menjadi perhatian ilmuwan social pada masa itu. Keadaan itu nampaknya mendorong Mead mengamati keseharian kehidupan manusia, terutama mengenai  bagaimana individu melakukan interaksi. Pada dasarnya dia percaya bahwa ilmu pengetahuan bisa memberikan solusi terhadap berbagai persoalan sosial.

     Teori interaksionis-simbolik merupakan teori yang banyak diminati dan segera mengedepan dibandingkan dengan teori-teori yang lain. Alasannya adalah, ketika manusia hidup dalam lingkungan sosial sudah pasti akan selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya dengan tujuan untuk saling berkirim pesan dan saling mempengaruhi. Interaksi itu sendiri membutuhkan simbol-simbol tertentu. Simbol itu biasanya disepakati bersama dalam skala kecil maupun skala besar. Keunikan dan dinamika simbol dalam proses interaksi sosial menuntut manusia harus lebih kritis, peka, aktif dan kreatif dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam interaksi sosial.

     Blumer berpendapat bahwa, sebelum memberikan makna atas sesuatu terlebih dahulu seseorang akan melakukan serangkaian kegiatan berupa : memilih, memeriksa, mengelompokan, memprediksi dan membandingkan setiap makna dalam kaitannya dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya. Dalam interaksionisme simbolis, seseorang memberikan informasi hasil dari pemaknaan simbol dari perspektifnya kepada orang lain sehingga orang-orang penerima informasi tersebut akan memiliki perspektif lain dalam memaknai informasi yang disampaikan aktor pertama.  Dengan demikian, pemberian makna ini tidak didasarkan pada makna normatif, yang telah dibakukan sebelumnya, tetapi hasil dari proses serangkaian kegiatan yang terus-menerus disempurnakan seiring dengan fungsi instrumentalnya, yaitu sebagai pengarahan dan pembentukan tindakan dan sikap aktor atas sesuatu tersebut.



Pengertian Interaksionis-simbolik

Interaksi simbolik merupakan hubungan yang berkesinambungan antara simbol dan interaksi. Artinya, ketika seseorang melakukan interaksi sudah pasti akan menggunakan simbol-simbol tertentu yang mendukung seseorang untuk mengirimkan pesan yang ingin disampaikan pada orang lain. Simbol yang digunakan dalam melakukan interaksi merupakan representasi dari sebuah fenomena, dimana sebelumnya simbol tersebut sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama. Ada dua macam simbol yang digunakan seseorang untuk menyampaikan pesan pada orang lain yaitu; simbol verbal dan non-verbal. Simbol verbal merupakan penggunaan kata-kata atau bahasa sebagai contoh ‘telephon’ itu mempresentasikan sebuah alat komunikasi. Sedangkan simbol non-verbal lebih menekankan pada bahasa tubuh atau bahasa isyarat contohnya  ‘orang yang menganggukan kepala, menggelengkan kepala’ simbol-simbol tersebut merupakan representasi dari sebuah fenomena dimana sebelumnya simbol tersebut sudah disepakati bersama dalam sebuah kelompok dan digunakan untuk mencapai sebuah kesamaan makna bersama. Kemampuan individu menggunakan simbol-simbol sebagai sebuah respon dari fenomena yang terjadi kemudian difikirkan dalam setiap benak masing-masing maka hal tersebut akan menghasilkan makna. Pertukaran informasi atau pesan melalui interaksi dan penggunaan simbol-simbol yang telah disepakati akan menghasilkan kesamaan makna yang akan digunakan sebagai acuan dalam berkomunikasi.

Menurut Blumer sebelum memberikan makna atas sesuatu, terlebih dahulu seseorang melakukan serangkaian kegiatan olah mental seperti :memilih, memeriksa, mengelompokkan, membandingkan dan memprediksi makna dalam kaitannya dengan situasi, posisi, dan arah tindakannya. Dengan demikian, pemberian makna ini tidak didasarkan pada makna normatif, yang telah dibakukan sebelumnya, tetapi hasil dari proses olah mental yang terus-menerus disempurnakan seiring dengan fungsi instrumentalnya, yaitu sebagai pengarahan dan pembentukan tindakan dan sikap aktor atas sesuatu tersebut.

Dalam interaksionisme simbolis, seseorang memberikan informasi hasil dari pemaknaan simbol dari perspektifnya kepada orang lain sehingga orang-orang penerima informasi tersebut akan memiliki perspektif lain dalam memaknai informasi yang disampaikan aktor pertama. Dengan kata lain aktor akan terlibat dalam proses saling mempengaruhi dalam sebuah tindakan sosial. Interaksi tersebut dapat terlihat dari bagaimana komunitasnya, karena dalam suatu komunitas terdapat suatu pembaharuan sikap yang menjadi suatu trend yang akan dipertahankan ,dihilangkan atau dipebaharui maknanya dan terus melekat pada suatu komunitas, interaksi simbolik juga dapat menjadi suatu alat penafsiran untuk menginterpretasikan suatu masalah atau kejadian.

Dari sini jelas bahwa tindakan manusia tidak disebabkan oleh “kekuatan luar” tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam” tetapi didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh Blumer disebut self-indication. Menurut Blumer proses self-indication adalah proses komunikasi pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut. Dengan demikian, proses self-indication ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia memaknakan tindakan itu. 

Dalam interaksi simbolik menurut Blumer, aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan dari orang lain, tetapi mencoba menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Hal itu terjadi karena individu mempunyai kedirian ‘self’ yang mana dia dapat membentuk dirinya sebagai objek. Dalam melakukan interaksi secara langsung maupun tidak langsung individu dijembatani oleh penggunaa simbol-simbol penafsiran, yaitu bahasa. Tindakan penafsiran simbol oleh individu di sini diartikan dapat memberi arti atau makna yang dapat ditangkap oleh orang lain , menilai kesesuainya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Karena itulah individu yang terlibat dalam interaksi ini tergolong aktor yang sadar dan reflektif karena dapat bertindak sesuai dengan apa yang telah ditafsirkan, bukan bertidak tanpa rasio atau pertimbangan. Konsep inilah yang disebut Blumer dengan self-indicatian, yaitu proses komunikasi yang sedang berjalan yang dalam proses ini individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu.

Fungsi interaksionisme simbolik menurut Herbert Blummer

Menurut Herbert Blummer interaksionsme simbolik merupakan “karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia”. Artinya aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan yang lain tapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak langsung, selalu didasarkan atas makna penilaian tersebut. Oleh karenanya, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain. Dalam konteks itu, menurut Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan, dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke arah mana tindakannya.

Dalam memperoleh pemaknaan tersebut dalam interaksionisme simbolik yang mengarah pada tindakan tidak semata-mata didasari oleh adanya stimulus-respon, namun dalam hal ini lebih menekankan pada adanya “proses mental” atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak, Artinya manusia melakuan tindakan berdasarkan stimulus-proses berpikir-respons. Jadi, terdapat variabel antara atau variabel yang menjembatani antara stimulus dengan respon, yaitu proses mental atau proses berpikir, yang tidak lain adalah interpretasi. Teori interaksionisme simbolik memandang bahwa arti/makna muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda tumbuh dari cara-cara dimana orang lain bersikap terhadap orang tersebut.

Teori interaksionisme simbolik juga mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis sosial manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan struktur yang ada di luar dirinya. Interaksilah yang dianggap variabel penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat.

Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif ini berupaya untuk memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Teori ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Dalam pandangan perspektif ini, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakan kehidupan kelompok.

Menurut teoritisi perspektif ini, kehidupan sosial adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol.” Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut teori behavioristik atau teori struktural.



  Premis Interaksionisme simbolik  menurut Herbert Blummer

Menurut Blumer istilah interaksionisme simbolik menuju pada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menterjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan terhadap tindakan orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain. Tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap orang lain itu. Interaksi antar individu ditengarahi oleh penggunaan simbol-simbol, interprestasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing, Ritzer (2010:52).

 Herbert Blumer mengemukakan tiga premis utama interaksionisme simbolik, dalam Poloma (2007:258).

1. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.

2. Makna tersebut berasal dari ” interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.

3. Makna-makna tersebut berkembang dan disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.

Premis pertama sampai ketiga itu mempunyai pengertian seperti ini. Pertama, bahwa manusia itu bertindak terhadap sesuatu (apakah itu benda, kejadian, maupun fenomena tertentu) atas makna yang dimiliki oleh benda, kejadian, atau fenomena itu bagi mereka. Individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan makna yang dikandung komponen tersebut bagi mereka.

Kedua, makna tadi diberikan oleh manusia sebagai hasil interaksi dengan sesamanya. Jadi, makna tadi tidak inherent, tidak terlekat pada benda ataupun fenomenanya itu sendiri, melainkan tergantung pada orang-orang yang terlibat dalam interaksi itu. Makna dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan, atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan, atau peristiwa itu) namun juga gagasan yang abstrak. Akan tetapi, nama atau simbol yang digunakan untuk menandai objek, tindakan, peristiwa, atau gagasan itu bersifat arbitrer (sembarang). Melalui penggunaan simbol itulah manusia dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia.

Ketiga, makna tadi ditangani dan dimodifikasi melalui proses interpretasi dalam rangka menghadapi fenomena tertentu lainnya. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.



  Prinsip-prinsip dasar interaksionisme simbolik

Dalam interaksionime simboliknya, blumer merumuskan pada prinsip-prinsip dasar teorinya tersebut pada dua konsep yaitu diri dan masyarakat.

a.     Tindakan Diri (self)

Para pemikir interaksionis simbolis memandang bahwa individu merupakan respons dari simbol-simbol atau peran yang disertakan. Blumer (dalam ritzer, 2014, hlm. 678) mengemukakan bahwa “interaksionis simbolik, tidak hanya berminat pada sosialisasi dalam sebuah kelompok masyarakat, tetapi interaksi pada umumnya yang sangat penting bagi dirinya sendiri”. Konsep diri menurut blumer yaitu bahwa sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang merupakan keputusan yang diambil olehnya. Blumer mempersepsikan tidakan individu dalam kehidupan sosial sebagai prilaku bersama yang tatap dilakukan oleh indivudu sesuai citra dirinya. Tindakan individu dalam tataran praktik tidak semata-mata merupakan hasil dari interaksi sosial yang dilakukan dengan actor diluar dirinya dan tindakan sendiri yang bersifat perilaku individu yang dipicu oleh actor dan tidakan mereka sendiri.

Manusia mempunyai kemampuan untuk melihat diri sendiri sebagaimana halnya manusia melihat obyek sosial lainnya dengan membayangkan bagaimana individu menampakkan diri kepada orang lain kemudian orang lain akan menilai penampilan diri individu tersebut dan individu akan  mengembangkan semacam perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan diri tentang penilaian orang tersebut. Blumer (dalam Johnson, 1986, hlm. 52) menyatakan “kenyataan sosial itu memiliki sifat yang khas dimana individu menegosiasikan interpretasi tentang situasi dirinya”. Jadi, tindakan yang dilakukan individu mencerminkan kesiapan diri untuk mendapat respon dari luar yang akan memberikan gambaran sesungguhnya tentang individu tersebut

b.    Tindakan bersama (kelompok)

Interaksionisme simbolis blumer memandang bahwa keadaan atau realitas sosial tidak terbentuk dengan adanya tindakan makro yang secara metafisika tidak menentu dan terlalu ambisisus. Blumer mengkritik pandangan klasik para sosiolog sebelumnya mengenai tatanan sosial. Interaksionis menempatkan tindakan dan tatanan sosial sebagai sebuah aktuifitas dan proses yang menurunkan istilah-istilah umum pada tingkat terendah. Blumer bersikap kritis terhadap determinisme sosiologi yang menempatkan tindakan sosial seseorang diperlukan sebagai aliran luar atau ekspresi sejumlah kekuatan yang bermain pada diri prilaku pada tempatnya berada. Menurut blumer (dalam arisandi, 2015, hlm. 125) bahwa “esensi masyarakat ditemukan pada diri aktor dan tindakanya”, masyarakat terdiri atas orang-orang yang bertindak. Selain itu, kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan mereka. Masyarakat adalah tindakan, dan kehidupan kelompok merupakan aktivitas kompleks yang terus berlangsung. Namun masyarakat tidak terbangun dari berbagai tindakan yang terpisah satu sama lain.

            Interaksionis simbolis blumer mendukung penuh pemikiran mead tentang gagasan interaksionisme simbolik. Blumer di sebut-sebut sebagai pencetus interaksionisme simbolik. Blumer membangun konsep tersebut pada tiga tiang utama yang selanjutnya dikenal dengan teori makna yaitu :

1.      Manusia menganggap sesuatu berdasarkan makna yang gterkandung didalam sesuatu tersebut yang ada pada diri mereka.

2.      Makna tersebut terbentuk dari interaksi individu dengan orang lain.

3.      Untuk merumuskan makan ini, setiap individu merumuskan proses interpretasi untuk menilai, merumuskan, dan memodifikasi sesuai dengan kejadian atau setiap bertemu dengan orang orang dilingkungannya.

Sama halnya dengan Blumer, para penganut interaksionisme simbolik seperti Manis dan Meltzer, A Rose dan Snow mencoba mengemukakan prinsip dasar dari teori interaksionisme simbolik dalam (Ritzer, 2014, hlm. 626) antara lain;

1.      Manusia, tidak seperti hewan-hewan yang lebih rendah, diberkahi kemampuanuntuk berfikir.

2.      Kemampuan untuk berfikir dibentuk oleh interaksi sosial.

3.      Dalam interaksi sosial orang mempelajarai makna dan simbol-simbol yang memungkinkan mereka melaksanakan kemampuan manusia yang khas untuk berfikir.

4.      Makna-makna dan simbol-simbol memungkinkan orang melaksanakan tindakan dan interaksi manusia yang khas.

5.      Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna-makna dan simbol-simbol yang mereka gunakan di dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka atas situasi.

6.      Orang mampu membuat modifikasi-modifikasi dan perubahannya sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri yang memungkonkan mereka memeriksa rangkaian tindakan yang mungkin menaksir keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian relatifnya, dan kemudian memilih salah satu diantaranya.

7.      Pola-pola tindakan dan interaksi yang terangkai membentuk kelompok-kelompok dan masyarakat-masyarakat.

Herbert blumer, (dalam soeprapto, 2001, hlm. 6) menyatakan ;

“Istilah interaksi simbolik tentu saja menunjuk pada sifat khusus dan khas dari interaksi yang berlangsung antar manusia. Kekhususan itu terutama dalam fakta bahwa manusia menginterpretasikan atau ‘mendefinsikan’ tindakan satu sama lain dan tidak semata-mata bereaksi atas tindakan satu sama lain”.

Jadi, interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Mediasi ini mempunyai nilai dengan pelibatan proses interpretasi antara stimulus dan respon dalam kasus perilaku manusia. Pendekatan interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. blumer mengembangkan hal itu dalam arah yang berbeda dan cukup unik. Pendekatan interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah nyata adanya.

1.     Kesimpulan

Teori interaksi simbolik sebagai teori yang mengungkapkan dimana manusia atau individu hidup dalam suatu lingkungan yang di penuhi oleh simbol-simbol. Tiap individu yang hidup akan memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol yang ada Seperti penilaian individu menanggapi suatu rangsangan dari suatu yang bersifat fisik. Pemahaman individu terhadap symbol-simbol merupakan suatu hasil pembelajaran dalam berinteraksi di tengah masyarakat, dengan mengkomunikasikan simbol-simbol yang ada di sekitar mereka,baik secara verbal maupun perilaku non verbal. Pada akhirnya, proses kemampuan berkomunikasi, belajar, serta memahami suatu makna di balik simbol-simbol yang ada menjadi keistimewaan tersendiri bagi manusia di bandingkan makhluk hidup lainnya (binatang).Kemampuan manusia inilah yang menjadi pokok perhatian dari analisis sosiologi dari teori interaksi simbolik.Ciri khas dari interaksi simbolik terletak pada penekanan manusia dalam lansung antara stimulus -response, tetapi di dasari pada pemahaman makna yang di berikan terhadap tindakan orang lain melalui penggunaan simbol-simbol dan interpretasi yang pada akhirnya tiap andividu tersebut akan berusaha saling memahami maksud dan tindakan masing-masing untuk mencapai kesepakatan bersama.

Teori Interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Herbert Blumer mempunyai tiga premis yang menjadi landasan pemikirannya, yaitu ;

1.     Manusia bertindak terhadap sesuatu atau orang berdasarkan berdasarkan bagaimana mereka memberi makna terhadap sesuatu atau orang tersebut.

2.     Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.

3.     Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial yang sedang berlangsung.

Premis pertama menunjukkan bahwa manusia itu bertindak terhadap sesuatu atas makna yang dimiliki oleh benda, kejadian, atau fenomena itu bagi mereka, stimulus dan respon

Premis kedua menjelaskan bahwa sebuah makna muncul dengan adanya interaksi dengan orang lain. Walaupun makna muncul dari pikiran masing-masing orang, tetapi hal itu tidak ada atau muncul begitu saja, tetapi melalui pengamatan kepada individu-individu lain yang sudah lebih dulu mengetahui.

Premis ketiga bahwa makna bukan sesuatu yang final tetapi selalu dalam proses pemaknaan yang terus-menerus. Makna tadi ditangani dan dimodifikasi melalui proses interpretasi dalam rangka menghadapi fenomena tertentu lainnya.

Interaksionisme simbolik memahami bahasa sebagai sistem simbol yang begitu luas. Kata-kata menjadi simbol karena mereka digunakan untuk memaknai berbagai hal. Tindakan, objek, dan kata lain hadir dan memiliki makna yang dapat digambarkan melalui penggunaan kata-kata.













DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Arisandi, Herman. (2015). Buku pintar pemikiran-pemikiran tokoh sosiologi dari klasik sampai modern. Yogjakarta : IRCiSoD

Johnson,D paul. (1986). Teori sosiologi klasik dan modern jilid II. Jakarta : PT. Gramedia .

Poloma, Margaret M. (2007). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George. (2014). Teori sosiologi dari klasik sampai perkembangan terakhir post modern. Jakarta: Cv. Rajawali.

Ritzer, George dan Douglas J. Godman. (2010). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Soeprapto, Ryadi. (2000) interaksionisme simbolik, perspektif sosiologi modern. Malang : averroes press dan pustaka belajar

Komentar

Postingan Populer